Pada hari Rabu pada tanggal 11 Maret 2020, Majelis Hakim
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta membacakan Putusan Nomor
217/G/2019/PTUN.JKT yang merupakan perkara pembatalan Keputusan Tata Usaha
Negara yaitu antara Drs. Murjoko sebagai Penggugat melawan Menteri Hukum dan
HAM sebagai Tergugat dan PSHT yang diwakili Dr. Ir. Muhammad Taufiq, S.H., M.Sc
yang pada pokoknya menyatakan mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya yaitu
menyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Menteri
Hukum dan HAM RI Nomor: AHU-0010185.AH.01.07 Tahun 2019 tanggal 26 September
2019 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Persaudaraan Setia
Hati Terate.
Sebelum memasuki penjelasan singkat dari putusan aquotersebut,
ada dua hal yang perlu saya sampaikan yang cukup penting yaitu:
- Semua
putusan hakim haruslah dianggap benar sampai ada putusan yang
lebih tinggi
membatalkannya (res judicata pro veritate habetur);
dan
- Keputusan
Tata Usaha Negara harus dianggap sah sampai dibatalkan oleh pengadilan (presumtioiustaecausa).
Penjelasan singkat ini tidak dalam ranah untuk mengkritisi
putusan tersebut, namun untuk memberi penjelasan substansi dari putusan
sehingga tidak ada yang tersesat dalam berpikir apalagi menggiring opini yang
bersifat membodohkan.
Dalam perkara Nomor
217/G/2019/PTUN.JKT, yang menjadi Para Pihak adalah Drs. Murjoko
sebagai Penggugat melawan Menteri Hukum dan Ham sebagai
Tergugat, yang mana dalam perjalanannya PSHT yang diwakili oleh Dr.
Ir. Muhammad Taufiq, S.H., M.Sc bergabung sebagai Tergugat Intervensi
dalam perkara tersebut. Drs. Murjoko dalam perkara Nomor 217/G/2019/PTUN.JKT
bertindak sebagai orang perorangan, yang dapat dilihat dalam identitas
baik di Gugatan maupun dalam putusan yang mana Drs. Murjoko sebagai Penggugat bertindak
untuk diri sendiri. Menteri Hukum dan Ham menjadi Tergugat karena yang
berwenang mengeluarkan Badan Hukum adalah Menteri Hukum dan HAM. Sementara PSHT
yang yang diwakili oleh Dr. Ir. Muhammad Taufiq, S.H., M.Sc bergabung sebagai
Terugat Intervensi memiliki kepentingan karena Badan Hukum yang diajukan
pembatalannya adalah Badan Hukum milik organisasi PSHT.
Pada putusannya, Majelis Hakim membatalkan Surat Keputusan yang
dibuat oleh Menteri Hukum dan HAM yang menerbitkan Badan Hukum PSHT. Yang
menjadi pertanyaannya adalah mengapa Majelis Hakim menerima gugatan dari Drs.
Murjoko untuk membatalkan Badan Hukum PSHT yang dikeluarkan oleh Menteri Hukum
dan HAM?
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim membatalkan Badan Hukum
PSHT yang diterbitkan oleh Menteri Hukum dan HAM karena salah satu syarat
dokumen yang menjadi dasar pengajuan penerbitan Badan Hukum yaitu Surat
Pernyataan Tidak Sedang Dalam Sengketa tidak diteliti oleh Menteri Hukum dan
HAM. Jadi, putusan tersebut tidak menyatakan Dr. Ir. Muhammad Taufiq, S.H.,
M.Sc. bukanlah sebagai Ketua Umum PSHT, melainkan salah satu syarat
yang menjadi dasar pengajuan Badan Hukum tidak diteliti dengan baik.
Putusan ini sebenarnya disatu sisi semakin mempertegas kedudukan para
pihak yaitu Dr. Ir. Muhammad Taufiq, S.H., M.Sc. sebagai Ketua Umum
PSHT sedangkan Drs. Murjoko sebagai Warga Negara Indonesia dan bukan
berkapasitas sebagai ketua organisasi apapun.
Yang menarik adalah ketika Majelis Hakim mencoba menilai salah
satu syarat administrasi pengajuan Badan Hukum yang notabene menjadi kewenangan
Menteri Hukum dan HAM. Surat Pernyataan Tidak Sedang Dalam Sengketa yang
diajukan oleh PSHT dianggap oleh Menteri Hukum dan HAM dianggap tidak ada
masalah karena memang sejatinya sudah tidak ada sengketa dalam PSHT. Hal itu berdasarkan
Putusan Kasasi yang telah inkracht. Namun Majelis Hakim mempunyai pendapat lain
dan itu memang merupakan kewenangan hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara.
Terakhir yang menjadi penutup, menang atau kalah dalam
persidangan tingkat pertama bukanlah akhir dari segalanya, masih ada tahapan
banding dan kasasi yang menjadi hak dari para pihak. Namun, hal yang perlu
dipahami adalah putusan tersebut tidak dalam konteks melegitimasi kedudukan
Ketua Umum, melainkan hanya proses pengajuan Badan Hukum, dan selama belum
inkracht, Badan Hukum PSHT tetaplah sah secara Hukum Administrasi Negara.
(HENDRIK KUSNIANTO, S.H., M.H., C.L.A.)
0 Komentar